Oleh : Iwanto Saputro
Perusahaan Asuransi XYZ “merampok” uang saya; Saya tertipu dengan produk perlindungan dari Perusahaan Asuransi 123; Wahai Perusahaan Asuransi ABC kembalikan uang tabungan saya; Jangan percaya dengan Tenaga Pemasar yang yang berkedok sebagai Agen Asuuransi; Asuransi bukan investasi uang mu akan hilang; Jangan membodohi masyarakat dengan produk-produk asuransi ; Kami tertipu dengan cerita Tenaga Pemasar Anda; Klaim kami tidak terbayar; Polis kami tidak aktif atau tidak berlaku lagi walau saya sudah setor premi 10 tahun sesuai info Tenaga Pemasar !
Akhir-akhir ini kita banyak membaca kalimat-kalimat negatif dan bahkan sarkastik seperti di atas, baik di Facebook, Instragram, twitter atau bahkan omongan dari lingkungan kita. Aneh tapi nyata. Kenapa aneh? Karena sebelum nasabah memutuskan untuk berasuransi, seharusnya ia sudah mendapat penjelasan tentang produk dari tenaga pemasar dan membaca ketentuan dalam buku polis untuk memastikan informasi dari tenaga pemasar selaras dengan isi polis. Nasabah juga telah diberikan waktu untuk membaca isi polis yaitu masa “freelook” dimana nasabah dapat membatalkan polis dengan pengembalian premi (setelah dipotong biaya admin dan biaya pemeriksaan medis, jika ada) apabila isi polis tidak sesuai harapan atau berbeda dengan informasi dari tenaga pemasar. Di lain pihak tenaga pemasar harus memberikan “after sales service” untuk menyegarkan kembali pengetahuan nasabah akan polis yang dimiliki. Namun sayangnya, kegiatan “after sales service” sering disalahartikan dengan menjual polis kembali. Produk asuransi itu sendiri seharusnya sudah disetujui oleh lembaga pengawas industri perasuransian yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum dipasarkan.
Banyaknya keluhan nasabah di media sosial, membuat saya bingung dan bertanya-tanya apa yang salah di industri perasuransian kita. Saya ingin mengajak pembaca untuk mengetahui apa saja yang dilakukan oleh perusahaan asuransi sebelum suatu produk diluncurkan dan dipasarkan, serta persiapan apa saja yang dilakukan agar produk mendapatkan persetujuan dari OJK.
Kelihatannya mudah dan sederhana untuk membuat produk asuransi, bahkan banyak yang menganggap dapat dilakukan dengan meng”copy paste” produk dari perusahaan asuransi lain. Namun, pada kenyataanya tidak sesederhana itu. Berdasarkan pengamatan saya sebagai Agency Sales Marketing, yang bukan duduk di bawah fungsi pengembangan produk maupun aktuaria, kira-kira berikut ini langkah-langkah pembuatan produk asuransi.
- Pertama-tama, ide produk baru diusulkan oleh Marketing Intelligence atau Agency Sales Marketing, yang kemudian dilakukan sesi curah pendapat (“brainstorming”) yang dipimpin oleh bagian pengembangan produk. Tujuannya untuk mengumpulan ide-ide sehingga tercipta produk yang terbaik dan kompetitif. Sesi ini melibatkan bagian aktuaria, marketing intelligence, agency sales marketing dan tenaga pemasar.
- Setelah brainstorming, bagian pengembangan produk mendokumentasikan segala informasi untuk mendiskusikan ide produk dengan pimpinan perusahaan maupun kantor pusat atau regional jika perusahaan asuransi joint venture. Dokumen tersebut meliputi spesifikasi produk, perhitungan premi, syarat dan ketentuan produk, serta variabel lain yang diperlukan. Tujuannya agar dihasilkan disain produk yang final serta persetujuan dari pimpinan perusahaan.
- Tahap berikutnya, bagian pengembangan produk akan melakukan koordinasi dengan bagian lain seperti aktuaria, keuangan, operasional dan IT, serta memberi insight kepada agency sales marketing untuk mendukung disain produk hasil diskusi dengan pimpinan perusahaan dan kantor pusat/regional. Pada tahap ini akan terjadi diskusi dan negosiasi yang seru antara bagian pengembangan produk dengan agency sales marketing. Hal ini biasanya karena disain produk yang berubah dibandingkan ide awal karena harus mematuhi keputusan dan ketentuan internal (pimpinan perusahaan dan kantor pusat/regional) maupun regulator (OJK). Ketentuan yang harus dipatuhi antara lain terkait manfaat asuansi, tarif biaya asuransi, tingkat risiko, dan lainnya.
- Ketika produk sudah final, perusahaan melaporkan produk ke OJK untuk mendapat persetujuan. Proses ini biasanya memerlukan waktu berbulan-bulan tergantung berapa banyak pertanyaan serta permintaan tambahan dari OJK. Disini OJK ingin memastikan produk tidak akan merugikan nasabah dan perusahaan. Jika proses ini lama, kadangkala menyebabkan jadwal peluncuran produk harus mundur.
- Pada tahap ini, bagian LRC (Legal, Compliance dan Risk) akan mereview ketentuan polis agar tidak ada keragu-raguan dan kesalahfahaman di kemudian hari.
- Tahap berikutnya tidak kalah penting yaitu pembuatan materi pelatihan bagi tenaga pemasar dan karyawan. Bagian pelatihan atau training & education akan memastikan materi pelatihan berisi penjelasan produk yang benar, jelas dan mudah dimengerti. Jangan sampai tenaga pemasar memberikan penjelasan yang salah kepada nasabah dan menjadi boomerang bagi perusahaan.
- Selanjutnya bagian Marketing Communication Department akan memastikan promosi terhadap produk yang diluncurkan. Promosi harus dapat menarik minat dan menggelitik keingintahuan masyarakat, terutama jika produk merupakan jenis yang paling baru di industri. Promosi harus berisi penjelasan produk yang jelas agar dapat membantu tenaga pemasar untuk mendapatkan calon nasabah.
Kembali ke pertanyaan yang ada pada judul di atas yaitu “Apakah Produk Asuransi itu Bagus untuk Kita ?” Saya akan jawab dengan cepat dan lugas bahwa iya produk asuransi itu bagus banget malahan. Kalau kita melihat semua persiapan-persiapan sebuah produk dibuat sebelum diluncurkan untuk dijual, rasanya tidak ada yang salah karena melibatkan banyak bagian dan orang sehingga rasa ketidak-puasan dan merasa dibohongi oleh Perusahaan Asuransi seharusnya tidak ada. Kalau di sebuah restoran ada menu cap cay yang enak tapi mahal dan di tempat lainnya bisa murah tapi dengan bahan sederhana, begitu pula halnya dengan Perusahaan Asuransi. Apakah ada produk yang bisa memberikan manfaat lebih dan menarik, jawabnya ada dan bisa banget namun apakah kita juga sudah siap merogoh kocek kita lebih dalam ? Seperti pepatah “Ada Rupa Ada Harga”.